Filosofi Kopi, Intimacy dan Hutang Rasa

Filosofi Kopi, Intimacy dan Hutang Rasa

Mbak Dee lagi..mbak Dee lagi....

Oh my God, jangan bosan ya kalau aku masih  mau ngomongin mbak Dee lagi. Ini gegara film Filkop nya muncul di bioskop.

Jujur saja, karena terlalu banyak buku di toko buku dan tidak mungkin semunya terbeli, dulu sempat aku mencuri baca Filkop di Gramedia Pemuda Semarang. Karena uangnya kualokasikan untuk membeli buku-buku lain, kalau tidak salah waktu itu buku Ayu Utami dan Laksmi.
kenapa tidak beli Filkop?karena waktu itu kupikir, halagh ini kumcer bukan, novel bukan, esai juga bukan, puisi juga enggak. Pokoknya memang campur-campur, ada cerpennya, tapi kebanyakan pecahan-pecahan pikiran mbak Dee saja.

Lalu sampailah aku bertemu langsung dengan mbak Dee dengan lebih intens di coaching clinic kemarin dan masih penasaran isi kepalanya. And then ternyata filkop juga difilmkan. Maka aku tergerak untuk akhirnya melengkapi koleksiku akan tulisan mbak Dee dengan filkop ini juga.

Kali ini kubaca lagi, dan rasaku berbeda akannya.

Benar ini adalah kumpulan tulisan-tulisannya yang dulu nggak dipakai karena hanya serpihan-serpihan, tapi setelah mbak dee terkenal sebagai penulis malah jadi kejual.

Tapi justru dari tulisan yang merupakan kontemplasi-kontemplasinya akan sesuatu dan momen-momen ini justru kita bisa belajar. Bahwa mbak dee pun melalui proses, yang semestinya kita lalui juga proses itu. Merenung, memikirkan, meng-embrace, merekam, mencatat, menghubungkan, menelaah, menggali, mengeluarkan inti, meng-ekstraknya, menyajikannya, mengatur ritmenya, melepaskannya dari kepala dan hati dan rasa, lalu menulisnya.

Dan setelah membacanya, aku merasakan apa yang mbah Sudjiwo Tedjo pernah perkenalkan istilahnya, Hutang Rasa.

terima kasih sudah menuliskan filkop, mbak dee.
it's time for us to try it.

nb: btw, yang sebenarnya waktu baca cerpen filkop itu aku ingat novel terjemahan terbitan mizan yang berjudul the esspressionist kalau  tak salah, tentang membaca filosofi juga dalam espresso.
see? tak ada yang benar-benar baru, hanya detaillah yang melahirkan kebaruan.

2 komentar:

  1. wahahaha, pingin nonton filmnya nih.
    tapi... pingin beli bukunya dulu :)

    BalasHapus

Adbox

@diannafi