Ketika Pulang Menjadi Hal Murah Yang Begitu Berharga

Ketika Pulang Menjadi Hal Murah Yang Begitu Berharga


Jiwa yang sempat oleng dan kesadaran yang buru-buru mengikuti, agaknya membuat lebaran kali ini terasa seperti berayun di ombak banyu. Sebentar-sebentar hati terguncang, sebentar-sebentar berusaha ikhlas, sebentar kemudian rasanya ingin pergi, sembunyi, lari. Lalu langkah kakipun sekedar mengikuti takdir.

Kami bertiga, three musketeers, yang biasanya menyembunyikan kesepian, kesedihan dan kesendirian kami di tengah keramaian, kali ini malah memilih 'pulang' ke tempat yang sunyi. ke tempat kelahiran anak-anak, ke pesantren yang sunyi sepi karena ditinggalkan para santrinya yang sedang mudik ke rumah mereka masing-masing.

Tanpa gadget dan wifi serta paket internet yang memadai, tanpa laptop yang musti menyala terus mengejar tenggat, tanpa kepikiran harus reuni sana sini, tanpa perasaan musti menghindari jiwa-jiwa yang lelah sehingga kadang suka berprasangka tidak baik, kami merebahkan jiwa.

Rasanya hanya damai. Diterima berarti dicintai. Dan itu rasanya cukup.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@diannafi