Ahmad Tohari, NU Dan Karisma




Ahmad Tohari, NU Dan Karisma

Bertemu lagi dengan penulis legendaris ini ternyata tetap tak menurunkan antusiasme saya. Ada kalanya kalau kita sudah pernah bertemu dengan orang terkenal, entah itu penulis terkenal atau artis, kita jadi kehilangan antusiasme untuk pertemuan berikutnya. 

Namun mungkin karena karisma beliau yang sejati, sebab tulisannya yang tak lekang oleh waktu, sebab kesederhanannya yang mewah, sebab kemisteriusannya di tengah keterbukaannya, sebab kepercayaan dirinya untuk mengaku dan selalu membawa identitas NU dengan bangga ke mana-mana. 
Mungkin itulah beberapa penyebabnya. 

Beliau mendapatkan banyak penghargaan dan pencapaian yang bisa memacu kita untuk terus semangat berkarya di dunia literasi ini. 

Selepas menempuh pendidikan formalnya di SMAN 2 Purwokerto, pria kelahiran Banyumas, 13 Juni 1948 ini pernah kuliah di beberapa fakultas. Namun, ia tidak menyelesaikan kuliahnya lantaran kendala non-akademik. Selain itu, ia pernah berprofesi sebagai tenaga honorer di Bank BNI 1946 selama setahun, antara tahun 1966 sampai 1967. Kang Tohari juga pernah berkecimpung dalam bidang jurnalistik di beberapa media cetak seperti harian Merdeka, majalah Keluarga dan Majalah Amanah yang kesemuanya berlokasi di Jakarta.
Dalam dunia kepengarangan, kemampuan Kang Tohari dalam meramu kata telah diakui secara luas baik di dalam maupun luar negeri. Novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang meliputi Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), dan Jantera Bianglala (1986) telah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Jepang, Jerman, Belanda, dan Inggris. Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk juga telah diadaptasi ke layar lebar oleh sutradara Ifa Irfansyah dengan judul Sang Penari.
Novel Ronggeng Dukuh Paruk yang diterbitkan di tahun 1982 ini bercerita tentang kehidupan Srintil, seorang penari tayub di sebuah dusun kecil, Dukuh Paruk dengan setting tahun 1965an. Isi dari novel tersebut yang dianggap kekiri-kirian oleh pemerintah Orde Baru membuat Ahmad Tohari diinterogasi selama berminggu-minggu. Agar bisa keluar dari segala tekanan yang dilakukan pemerintah Orde Baru, Kang Tohari meminta tolong kepada sahabatnya Gus Dur. Pada akhirnya, ia pun dapat bebas dari segala intimidasi dan ancaman hukum yang sempat membayangi kehidupannya. 


PENDIDIKAN
  • SMAN 2 Purwokerto (1966)
  • Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970)
  • Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975)
  • Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976)
  • International Writing Program, Iowa, Amerika Serikat (1990)
KARIR
  • Penulis/Pengarang
  • Tenaga honorer di Bank BNI 1946 (1966-1967)
  • Redaktur harian Merdeka (1979-1981)
  • Staf redaksi majalah Keluarga (1981-1986)
  • Dewan redaksi majalah Amanah (1986-1993)
PENGHARGAAN
  • Cerpen Jasa-Jasa buat Sanwirya mendapat Hadiah Hiburan Sayembara Kincir Emas (1975) yang diselenggarakan Radio Nederlands Wereldomroep
  • Novel Kubah memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama (1980)
  • Novel Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala meraih hadiah Yayasan Buku Utama (1986)
  • Novel Di Kaki Bukit Cibalak memenangkan hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta (1986)
  • The Fellow of The University of Iowa (1990)
  • Penghargaan Bhakti Upapradana Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk Pengembangan Seni Budaya (1995)
  • Southeast Asian Writers Award (1995)
  • Rancage Award 2007
  • Novel Kubah (1980)
  • Novel Ronggeng Dukuh Paruk (1982)
  • Novel Lintang Kemukus Dini Hari (1985)
  • Novel Jantera Bianglala (1986)
  • Novel Di Kaki Bukit Cibalak (1986)
  • Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin (1989)
  • Novel Bekisar Merah (1993)
  • Novel Lingkar Tanah Air (1995)
  • Kumpulan Cerpen Nyanyian Malam (2000)
  • Novel Belantik (2001)
  • Novel Orang-Orang Proyek (2002)
  • Kumpulan Cerpen Rusmi Ingin Pulang (2004)
  • Novel Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@diannafi