Mahrajan Festival Wali Jawi 2014

Mahrajan Festival Wali Jawi 2014

Humanisasi atau memanusiakan kembali manusia adalah sebuah proses peremajaan kembali sejarah kemanusiaan. Proses humanisasi adalah sunnatuLlah sebab jika tidak diremajakan kembali maka sejarah manusia telah berakhir sejak dulu kala. Kemunduran sifat-sifat kemanusiaan, atau biasa disebut sebagai dehumanisasi, ditandai dengan pengingkaran terhadap kemanusiaan. Kemanusiaan yang dicirikan oleh kepemilikan akal, kecenderungan ber-Tuhan, dan kemampuan hidup berdampingan serta berkomunikasi dengan manusia lain ini seringkali mendapatkan tantangan berupa penghancuran atau pengingkaran akibat kebodohan manusia itu sendiri. Tugas untuk memanusiakan kembali manusia ini selama berabad-abad diemban oleh para Nabi dan Rasul sampai diutusnya Nabi Muhammad. Nabi Muhammad sebagai pamungkas para Nabi menandai era baru tugas pemanusiaan manusia ini yang diembankan kepada para pewaris Nabi ialah para Ulama’.
Sejarah telah menceritakan banyak kisah tentang humanisasi baik keberhasilan maupun kegagalannya di setiap jaman. Setiap jaman melahirkan tokoh-tokoh antagonis yang melakukan dehumanisasi dan tokoh-tokoh protagonis yang berjuang untuk humanisasi. Setiap jaman juga memproduksi elan-elan yang berujung kepada dramatisasi perjuangan menegakkan kemanusiaan di telinga orang-orang yang hidup setelahnya. Di Nusantara proses humanisasi telah terjadi berulangkali dengan beragam kisah, aktor protagonis maupun antagonis, elan dan latar geografis. Saat kemanusiaan terancam oleh dominasi aktor antagonis maka muncul aktor-aktor protagonis dengan elan-elannya, dengan balada perjuangannya. Demikian terjadi berulangkali. Sejarah mengulang dirinya sendiri.
Walisanga adalah salah satu kisah keberhasilan humanisasi di Nusantara. Spiritualisme, exemplary based education (dakwah bil hal), pendekatan seni dan budaya, dan pemahaman tentang kemanusiaan adalah metode-metode yang digunakan di dalam dakwah mereka. Masyarakat Nusantara yang sebelumnya melakukan Ma-lima, adigang, adigung, adiguna, mempertuhankan para raja, kelicikan-kelicikan dalam perdagangan, politik yang kotor sebagai bagian dari kehidupan mereka berubah total menjadi masyarakat yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, santun, saling menghormati, bervisi keadilan dan guyup rukun. Masyarakat inilah yang dikelak di kemudian hari bahu membahu mendirikan, menegakkan dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Humanisasi yang dilakukan oleh Walisanga adalah perjuangan kepeloporan. Walisanga adalah pelopor dan kita pelanjut. Walisanga adalah salaf dan kita kholaf.
Banyak yang menyatakan bahwa Walisanga adalah sekedar wacana, dongeng nina bobok, tidak kongkrit. Bagi orang-orang yang berada di pesantren tempat keilmuan Islam secara ketat ditransfer dengan sanad yang bersambung kepada Nabi Muhammad, Walisanga adalah mata rantai keilmuan. Walisanga adalah mata rantai yang menyambungkan Islam di Indonesia sehingga sampai kepada Nabi Muhammad Sang Pembawa Ajaran. Walisanga jugalah yang meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan Indonesia. Hari ini kita menikmati perjuangan para Wali sehingga kita bisa beribadah dengan tenang, kita mengetahui baik dan buruk, kita tahu caranya melaksanakan sholat dan lain-lain ibadah.



















Perjuangan para Wali membentuk masyarakat yang damai, tenteram dan meletakkan tonggak-tonggak baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur harus kita teruskan dengan demikian anak-anak keturunan kita akan menikmati hal yang sama dengan yang kita rasakan hari ini. Mahrajan Wali-wali Jawi ini adalah salah satu upaya mengingatkan kita untuk meletakkan kaki kita di atas jejak yang ditinggalkan oleh para Wali. Mahrajan ini juga kampanye agar lebih banyak orang meneladani akhlak mulia para Wali. Agar lebih banyak orang yang meneladani kearifan para Wali berdakwah. Dengan demikian kita semua mendapatkan inspirasi dalam rangka meneruskan tonggak-tonggak peradaban Islam Nusantara yang telah diletakkan oleh para Wali menjadi sebuah bangunan sempurna yakni masyarakat yang beradab. Jawi dalam hal ini dimaknai nusantara.
Majma’ Buhuts An-Nahdliyyah bersama-sama dengan Pemangku-pemangku Makam Aulia yang tergabung di dalam Perhimpunan Pemangku Makam Aulia, Takmir Masjid Agung Demak, Pemerintah Daerah Kabupaten Demak, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah bahu membahu melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan Mahrajan Wali-wali Jawi. Kabupaten Demak dipilih sebagai tempat pelaksanaan puncak Mahrajan Wali-wali Jawi untuk nunggak semi apa yang sudah dilakukan oleh para Wali.
sumber: situs mahrajan wali jawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@diannafi