Ngemil jatisaba

Ramayda membuka novelnya dengan konflik.  Satu bab di depan ini ditulisnya lagi di bab 20. Bercerita tentang Mae,  mantan TKW yang hendak meraih kebebasannya dari menjadi monster pencari dere, babon alias penjualan manusia,  dengan mencari 15 korban terakhir.  Ke kampung halamannya dia pergi dan di sanalah cerita ini mengalir.

Berbalut konflik suasana pemilihan kepala desa dengan segala intriknya,  persinggungan Mae dengan Gao,  cinta pertamanya. Juga konflik batin Mae antara kenangan indahnya bersama saudara,  kerabat dan tetangganya dengan misinya yang hendak menjual mereka.

Dialog maupun narasinya bagus banget.  Very tight and bening.  Kita kadang merasa sebuah dialog yang nyastra tidak mungkin terjadi dalam kehidupan sesungguhnya, apalagi oleh orang orang desa macam Jatisaba ini.  Tapi di novel ini rasanya seperti layak saja,  tidak aneh, tidak canggung membacanya,  tapi juga indah.

Aku mencatat dan memperhatikan bagaimana dia meramu plotnya,  konfliknya,  twist nya,  metafornya,  juga diksi diksinya.  Juga penokohannya yang apik untuk setiap karakter yang terlibat.  Settingnya jelas detail dan hidup karena penulisnya menghabiskan waktu banyak untuk risetnya. 

Keren pokoknya,  padahal aku membacanya tidak urut dri awal,  tapi sekenanya tanganku membuka.  Loncat dari satu bab ke bab lain,  tanpa urut sama sekali.  Pantas jika jatisaba menjadi novel unggulan novel dkj 2010.

1 komentar:

Adbox

@diannafi