OUTEDDY



OUTEDDY

Hari ini, kulepaskan kau dari hatiku.

Mungkin karena dia untuk pertama kalinya adalah pria yang akhirnya berhasil menyentuhku. Memboncengkanku kemana –mana. Menelponku sesuka hatinya. Mungkin karena aku seorang perempuan yang untuk pertama kalinya jatuh dalam buaian manis kata – kata seorang pria setelah sebelumnya menutup hati begitu erat. Mungkin.
Mungkin dia yang hangat, nyaman dan perhatian membuatku lumer seperti es krim.
            “Aku selalu ingin memiliki keluarga yang  harmonis seperti ayah ibuku” katanya suatu ketika serupa mantra yang menghipnotisku dan percaya dia belahan jiwaku soulmateku.
            Bahkan setelah bertahun – tahun tak lagi bersamanya, hanya ada dia yang menghiasi mimpi – mimpi malamku. Bahkan ketika dia sudah beristri dan aku sudah bersuami. Dan ini mungkin sekali karena aku menyimpan boneka teddy bear yang ia berikan padaku di ultahku yang kesembilan belas.
“Aku nggak bisa kasih apa-apa, Fin. Jangan dilihat harga atau barangnya ya, tapi lihat dari orangnya yang kasih “ kata-kata pasaran dan jamak tetapi tetap terdengar sebagai buaian maut di telingaku waktu itu. Dasar akunya perempuan yang mudah terbuai, hardik diriku  yang sekarang.
            Membuka bungkusnya, aku terkejut dan seketika melempar boneka Teddy bear warna coklat pekat itu. Gerakan refleks yang tak terhindarkan karena aku memang tak terbiasa dengan boneka. Ibuku tak mengijinkannya , tak pernah tahu apa maksud dari larangan itu.
“Bagaimana Fin. Kamu suka hadiahnya?” telponnya beberapa saat setelah kami pulang dari jalan-jalan tadi sore. Dia pandai sekali menebak bahwa mungkin sekali aku sudah membuka bingkisan special itu.
“Aku….aku….aku…terima kasih ya” kataku akhirnya.
            Cinta membutakan  melenakan Bahkan boneka yang tak aku sukai sebelumnya menjadi teman tidurku setelahnya. Teddy yang malang karena terus kubawa ke mana –mana. Bahkan ke rumah baruku bersama suamiku. Aku yang gila, tentu saja
Teddy yang sama, mimpi –mimpi yang sama.
Sampai suatu ketika kami bertemu lagi dan setelah 15 tahun tak bertemu itu aku ternyata masih berada dalam cengkraman pesonanya. . Aku yang gila. Aku yang bodoh.
“Tidak apa kan, Fin?” tanyanya.
Kami berada dalam satu company sekarang. Takdir memperjalankan kami seperti ini. Dia menjadi boss-ku. Dan antara sadar dan tidak aku seperti sapi dicongok hidungnya ketika kami membuat kesepakatan mengenai beberapa hal dalam pekerjaan yang kami kerjakan bersama.
Tuhan menghendaki aku mengakhiri kegilaanku dengan cara yang diaturNya sedemikian rupa. Pekerjaan yang kami bangun bersama pada akhirnya tidak menempatkan aku pada posisi yang layak untuk terus bersama. Jadi aku terpaksa disingkirkan.
“Terima kasih” kataku di akhir perjalanan yang tidak berlangsung mulus.
Lebih berterima kasihnya lebih bukan karena dia telah pernah  memberiku kesempatan untuk bersama –sama lagi dengan judul bernama pekerjaaan. Tetapi lebih berterimakasih karena dengan pertemuannya yang kali ini menyadarkanku tentang sebenarnya siapa dan bagaimana dia . Jadi, tak ayal lagi saatnya tiba kini aku melepaskan dirinya dari hatiku. 
            Kulempar boneka Teddy bear seperti dulu pernah kulempar secara refleks ketika pertama kali aku menerimanya. Kali ini kulempar dengan kesadaran penuh dan tak akan kupeluk lagi.
“Dag dag..teddy bear”
Dan seperti sebentuk balon yang terlepas ke udara, hatiku terasa ringan melepaskan racun dan rantainya yang membelengguku.
Aku bebas, bebas lepas. Terima kasih Tuhan…..:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@diannafi