Menara,Diary, Lelaki dan Sharing

Dear Ayah,
Masih ingat tidak saat ayah selalu menggendong aku kecil ke menara masjid Agung Demak? Kurasa privilege itu hanya aku yang memilikinya. Adik-adik tak pernah sempat mengalaminya. Itulah mengapa semua orang bilang bahwa akulah anak emas, kesayanganmu. Karena itulah mungkin ibu kadang cemburu.

Siapa sangka kalau kebiasaan tiap pagi dan sore ke menara itu menanamkan pengalaman visual dalam kepalaku. Siapa mengira kalau kemampuan perspektifku tersebab pengalaman itu membawaku belajar arsitektur. Padahal tidak ada seorangpun dalam keluarga besar kita yang mengambil bidang studi ini. Sehingga aku dianggap anomali.

Lebih anomali lagi, ketika kemudian aku ternyata juga mengambil jalan kepenulisan. Sementara dalam keluarga besar kita hanya mengenal profesi guru, pegawai, pedagang dan hakim. Adikku satu-satunya yang dokter, aku satu-satunya yang arsitek dan tambahan lagi penulis. Ketika melihat kembali ke belakang, aku sadar ini adalah berkat pengaruh ayah juga. Yang memberiku diary alias buku harian saat aku masih duduk di kelas dua sekolah dasar. Yang membawakan kami bermacam buku-buku bacaan. Yang membawa kami jalan-jalan ke berbagai pameran untuk mencari tahu dan bertanya, untuk menelisik dan belajar hal-hal baru.

Termasuk jalan-jalan ke berbagai majlis ilmu, ayah pun selalu membawaku. Sehingga aku melihat betapa ayah mencintai public speaking, menikmati mengajar dan berbagi. Ayah menyertakan aku pada malam-malam saat  menyiapkan slide dan presentasi. Semua ini membawa bawah sadarku mencintainya  juga seperti ayah so excited with it.

Waduh, ada buanyaaaak sekali kalau aku harus membuat list apa saja yang aku peroleh dari ayah, baik langsung maupun tak langsung. Yang ayah dengan verbal pesankan padaku seperti bagaimana aku harus terus berdzikir di mana saja dan kapan saja. Maupun yang ayah tularkan padaku tanpa melalui kata-kata, bagaimana cara melobby, bagaimana gigih terhadap sesuatu, dan masih banyak lagi.

Hadiah terakhir yang ayah berikan padaku adalah seorang lelaki. Yang kemudian menjadi ayah bagi anak-anakku. Meski tak lama kemudian dia juga pergi, menyusul ayah. Kukira kalian sudah bertemu di alam sana. Dan berbincang tentangku, mungkin? Seorang perempuan naif yang suka lupa berterima kasih saat orang yang berjasa padanya masih berada di sampingnya, dan baru bisa menyesal sembari mengenang apa yang telah lewat.

For both of you, ayahku dan ayah dari anak-anakku. Happy Father's Day

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@diannafi