Shibgoh, atribut & being contextual

Shibgoh, atribut & being contextual



Ketika akhirnya tahu kalau bernard batubara itu muslim,however itu menambah respek saya padanya, saat tahu mbak Ainun nahdliyin, saya makin respek.

Sepertinya mereka yang melepas atribut dan memilih menjadi cair,justru lebih bisa diterima oleh masyarakat lebih luas, sehingga manfaatnya lebih lintas agama dan golongan

Hasilnya spirit santri dan pesantren yang notabene adalah jiwa yang diwariskan dari sesepuh mba Ai kini menjelma akber yang lintas agama dan golongan

Sehingga memaknai shibgoh/celupan yang diisyaratkan dalam alquran memang sepertinya lebih ke spirit/jiwa/pengamalannya dan bukan pada atributnya. IMHO


Memang sih atribut itu bisa menjadi media syiar, namun kadang dalam realita malah menjadi bumerang eksklusifitas. Lebih parah kalau hanya terhenti di atribut

Keputusan m Ilik melepas R,mb Ai 'menyembunyikan' Identitas asal,p EA yang menggladi anak buahnya ala pesantren tapi tidak dinamai sbg pesantren, adalah bentuk-bentuk memilih menjadi cair dan proletair.

Kecenderungan yang terjadi rupanya mereka yang dari kecil tercelup/shibgoh, besarnya memilih cair. Mereka yang dulunya belum shibgoh, besarnya mencelupkan diri. (yang bahaya, kalau mencelupkan diri tanpa pengetahuan lalu ekstrim keterlaluan)

idealnya shibghoh lahir batin,ban njobo ban njero. Dari kecil hingga besar sampai husnul khotimah dan rohmat Lil alamiin itu ya being contextual

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@diannafi